Syafruddin Prawiranegara: Potret Pemimpin yang Tak Dihargai Sejarah.

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi meliter II di Yogyakarta yang masih berstatus ibu kota Indonesia pada saat itu. Para pemimpin Indonesia, seperti Soekarno, Moh Hatta, Sutan Syahrir, dan Agus Salim ditangkap oleh tentara Belanda dan diasingkan ke luar jawa. Di momen ini Indonesia berada di ambang kehancuran karena kekosongan pemerintahan. (Kompas.com. 2020). Dari sinilah awal terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan menjadi cikal bakal nama Syafruddin Prawiranegara muncul sebagai pemimpin dan kemudian hilang setelah perjuangannya yang luar biasa.

Masa pemerintahan PDRI tidak terhitung lama hanya sekitar tujuh bulan dari tanggal 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949. Namun hal ini sudah lebih dari cukup memberikan waktu pada Indonesia untuk mengatur strategi dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam artian jika seandainya pada waktu selama Soekarno dan yang lain belum dilepas dan negara dibiarkan dalam kekosongan pemerintah, maka bukan tidak mungkin negara ini akan dijajah kembali oleh Belanda.

Syafruddin Prawinegara yang mendengar bahwa ibu kota Yogyakarta telah lumpuh dan sejumlah tokoh telah ditangkap, Syafruddin Prawinegara dan Kol. Hidayat yang merupakan panglima tentara dan teritorium sumatra melakukan kunjungan pada Teuku Muhammad Hasan untuk melakukan perundingan. Setelah itu mereka langsung menuju ke sebuah tempat bernama Halaban, perkebunan teh di sebelah selatan kota Payakumbuh. Kemudian mereka mengadakan rapat dengan sejumlah tokoh pada tanggal 22 Desember 1948. Dari situlah kemudian terbentuk PDRI dan menjadi musuh nomor satu Belanda. Para tokoh-tokoh PDRI pun diburu oleh belanda, termasuk Syafruddin yang merupakan pimpinan PDRI dan menjadi orang yang paling dicari oleh belanda.

Mengaca pada sikap Syafruddin di atas menjadi gambaran bahwa sosok Syafruddin merupakan orang yang mempunyai pemikiran visioner. Dia tahu apa yang harus dilakukan ketika ibu kota Yogyakarta lumpuh maka jalan yang harus diambil adalah dengan tidak membiarkan pemerintah dalam kekosongan. Padahal pada saat itu Soekarno sudah memberikan mandat pada Syarifuddin namun tidak sampai karena sulitnya kabar saat itu dan tidak semudah seperti sekarang. Senada dengan artikel yang dimuat dalam Kebudayaan.kemdikbud.go.id. (2015) bahwa Soekarno telah mengirimkan telegram mengenai pembentukan pemerintah darurat, namun telegram itu tidak sampai kepada Syafruddin. Meski demikian, ternyata isi telegram itu menunjuk Syafruddin sebagai presiden sementara dalam pemerintahan darurat.

Jasa Syafruddin bersama PDRI amatlah besar dan itu pantas jika dihargai oleh negara ini. Namun melihat fakta sekarang sejarah perjuangan PDRI seolah tidak terdengar sama sekali. Generasi muda hanya akan mengenal nama Soekarno sebagai pemimpin pertama dan Soharto untuk presiden kedua. Padahal sebelum itu keberadaan PDRI dan Syafruddin sebagai pemimpin dengan sejarah perjuangan mereka merupakan jasa yang tidak boleh dilupakan begitu seja. Tulisan ini bermaksud untuk mengkaji lebih dalam jasa Syafruddin yang membawa perubahan pada negara ini dan hal apa yang pantas untuk menghargai jasanya.

Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia telah dua kali membuat Syafruddin dan PDRI kecewa. Kekecewaan pertama yang dilakukan oleh Soekarno adalah menyerahnya Soekarno-Hatta pada belanda, padahal sebelumnya dia amat semangat menentang Belanda dan berulanng kali berjanji akan memimpin perang gerilya. Namun faktanya Soekarno kemudian memilih menyerah dibandingkan dengan memimpin perang seperti janji yang dia ucapkan. Sementara kekecewaan ke dua yang dilakukan Soekarno adalah ketika dia memberikan mandat pada Moh. Roem untuk berunding dengan Van Royen di pihak belanda, dan hal ini dilakukan tanpa persetujuan PDRI padahal pada saat itu baik defacto maupun de jure Soekarno bukanlah presiden karena PDRI belum menyerahkan kembali kepemimpinan pada Soekarno.

Syafruddin menolak perundingan Roem-Royen karena dia ingin Belanda mundur dari seluruh Indonesia bukan hanya di Yogyakarta. Dalam hal ini pihak PDRI beranggapan bahwa Soekarno menilai sepele PDRI. Buat apa ada perundingan kalau kemerdekaan bangsa ini dibatasi. Setidaknya itulah yang terlintas di pikiran pejabat PDRI. Menurut hemat penulis, pernyataan Syafruddin yang mengatakan Soekarno menganggap sepele PDRI itu benar adanya karena jika kenyataannya tidak seperti itu tentulah Soekarno akan melakukan kordinasi terlebih dahulu dengan Syafruddin dan pejabat-pejabat PDRI yang lain. Bisa diartikan Soekarno yang merupakan Presiden pertama sudah tidak menghargai jasa PDRI, bukan tidak mungkin jika bentuk-bentuk tidak menghargai dari pihak lain bermula dari sikap Soekarno yang menganggap sepele PDRI.

Hingga akhirnya, pada tanggal 13 Juli Syafruddin menyerahkan kembali mandat itu dengan kekecewaan, bukan karena kedudukan tapi karena sikap Soekarno yang tidak berpihak pada PDRI dan melakukan perundingan tanpa sepengetahuan mereka. Namun sebesar apapun kekecewaan Syafruddin dia tetap mengutamakan Rakyat karena dia tidak ingin ada perpecahan yang malah fatal akibatnya. Dia juga tahu jika Rakyat menganggap Soekarno-Hatta yang hebat. Dalam artian misal diberi pilihan antara Soekarno-Hatta dan Syafruddin maka sudah pasti Rakyat akan memilih Soekarno-Hatta.

Salah satu pidato yang disampaikan oleh Syafruddin dan menandakan Syafruddin sebagi orang yang benar-benar ingin berjuang adalah “Negara Republik Indonesia tidak tergantung kepada Soekarno-Hatta sekalipun kedua pemimpin itu adalah sangat berharga bagi bangsa kita. Patah tumbuh hilang berganti. Hilang pemerintah Soekarno-Hatta, sementara atau untuk selama-lamanya, Rakyat Indonesia akan mendirikan pemerintahan yang baru, hilang pemerintahan ini akan timbul pemerintahan lagi” (Kompas.com. 2020). Pidato ini disampaikan sehari setelah PDRI terbentuk. Pidato yang disampaikan Syafruddin memiliki makna bahwa apapun yang akan terjadi perjuangan negara ini harus tetap berjalan. Tidak perduli seberapa banyak orang yang hilang karena negara adalah harga mati. Ini juga salah satu jasa Syafruddin dalam membangun mental dan kepercayaan bangsa Indonesia.

Tidak hanya dalam menjalankan pemerintahan, Syafruddin juga berjasa besar dalam perekonomian negara ini. Dia merupakan orang pertama yang menyampaikan usulan agar pemerintah Republik Indonesia segera menerbitkan mata uang sendiri sebagai atribut kemerdekaan Indonesia. (Bank Indonesia. 2020). Syafruddin juga merupakan orang pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang menjabat sebagai presiden De Javasche Bank (DJB) di masa-masa akhir (1951-1953). Sebelumnya posisi nomor satu selalu dijabat oleh orang yang berkebangsaan belanda. Dia juga merupakan orang yang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama (1953-1958).

Yang paling terkenal jasa Syafruddin dalam perekonomian adalah “Gunting Syafruddin”. Ketika Syafruddin dipercaya kembali menajadi Menteri Keuangan ia melihat banyak sekali uang yang beredar tanpa kejelasan kursnya satu sama lain. Belum lagi banyaknya uang palsu yang beredar dan menyebabkan inflasi. Sementara itu, neraca perdagangan minus. Cadangan devisi menyusut tinggal seperempat yang mereka punya. Sementara tingkat produksi, begitu ditinggal orang-orang Belanda terus anjlok. Upaya Syafruddin dalam menyelamatkan semua itu dikenal dengan “Gunting Syafruddin” benar-benar digunting menjadi dua dan dinyatakan berlaku dengan nilai separuh dari sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dalam jumlah besar.

Dari semua jasa yang diberikan oleh Syafruddin di atas, harusnya bangsa ini memberikan pernghargaan. Jika memang tidak bisa dimasukkan dalam daftar presiden Indonesia karena hanya sebagai pemimpin sementara, masih ada hal lain yang bisa dilakukan untuk menghargai jasanya yaitu dengan menjadikan hari lahir PDRI sebagai hari besar bangsa indonesia. Sama dengan hari pahlawan, hari sumpah pemuda dan hari-hari besar lainnya. Toh yang dilakukan oleh syafruddin juga menjadi bagian dari kemerdekaan bangsa ini.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa pahlawannya. Syafruddin adalah pemimpin yang memberikan Jasa besar untuk negara ini. Sayangnya dia tidak dihargai layaknya pemimpin-pemimpin lain yang juga berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini.

Kendati pun tidak lama, Syafruddin bersama PDRI telah memberikan sumbangsih untuk Indonesia. Jika saat itu Syafruddin tidak mengambil tindakan maka tidak ada yang bisa menjamin bahwa bukan hanya ibu kota Yogyakarta yang berhasil dilumpuhkan tapi juga kota-kota lain bahkan seluruh wilayah Indonesia dan kita tidak pernah merdeka secara defacto dan de jure.

“Gunting Syafruddin” juga merupakan jasa yang tidak boleh di lupakan. Dengan hal ini Indonesia bisa keluar dari masalah inflasi yang terjadi saat itu. Meski akhrinya Syafruddin tidak masuk pada jajaran presiden Indonesia tapi pada substansinya dia merupakan pemimpin yang benar-benar berdedikasi untuk negara ini. Dan orang-orang seperti Syafruddin lah yang dibutuhkan hari ini, pemimpin yang mampu membawa perubahan dan menyelesaikan permasalahan.

Hari ini, yang bisa dilakukan untuk menghargai jasanya adalah dengan mengabadikan kisahnya juga menjadikan hari lahir PDRI sebagai hari besar Indonesia. Hal ini dilakukan agar generasi berikutnya tidak lupa bahwa di masa lalu pernah ada oarang yang berdedikasi dan berjuang untuk kemerdekaan negara ini kemudian akan lahir Syafruddin-Syafrudin muda untuk membawa perubahan pada tanah air kita.

Author: Moh. Sudah
Kader HMI MPO Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga

Leave a Reply

Your email address will not be published.