HMI MPO UIN, POTRET ORGANISASI HIDUP SEGAN MATI TAK MAU

Gambar : Tim Marakom.id/Arsip marakom.id

HMI di UIN menjadi salah satu organisasi ekstra yang masih terus eksis hingga saat ini. Terlepas dari realita bahwa HMI adalah kelompok minoritas di kampus hijau, pada perjalanannya tetap memberikan pengaruh dan turut menjadi bagian dari dinamika kehidupan kampus. Bisa dilihat dari peran pada Pemilwa tahun 2005 dengan partai Proletarnya. Memborbardir kampus dengan gerakannya saat itu yang sampai memboikot pemilwa. Mengkritik panitia pemilwa dengan gerakan sporadis.

Selain itu, pola perekrutan kader yang dilakukan pada tahun 2017 di komisariat ushuluddin juga memperlihatkan keuletan dari para pengurusnya. Sejak saat itu, Komisariat Ushuluddin seperti menemukan kembali jalan kejayaan dengan kuantitas kadernya. Disisi lain, marakom sebagai rumah peradaban juga masif dalam melakukan pengembangan wacan intelektual. Ibarat, isinya daging semua.  

Sayangnya, sejak beberapa periode terakhir, HMI nampaknya mulai kehabisan bahan bakar. Beberapa faktor bisa menjadi indikator mengapa bisa dikatakan hal demikian. Kuantitas kader yang nyatanya mengalami penurunan di beberapa komisariat. Sementara, di komisariat tertentu yang mempunyai kader dengan jumlah yang lebih banyak, juga terlarut pada masalah internal, dan berakibat pada buntunya gerakan-gerakan keorganisasian. Tidak usah jauh-jauh pada gerakan, sekadar pengembangan wacana intelektual pun sepertinya kurang terlihat.

Sekadar penegasan. Ini adalah pandangan subjektif dari penulis. Tapi, sepertinya ini menarik untuk dibahas sebagai ajang menggali persfektif dari setiap kader, terkait HMI UIN saat ini. HMI UIN yang saya maksud disini bukan sebagai kepengurusan struktur dalam hal ini korkom. Tapi semua elemen yang terlibat dalam lingkup HMI di UIN, tidak terkecuali komisaria-komisariat yang ada didalamnya.

Secara umum, problematika kemunduran organisasi ekstra kampus pada saat ini telah menjadi polemik di setiap kampus, dan institusi pendidikan di indonesia, yang secara fakta menjadi wadah dan tempat bergerak dan tumbuhnya organisasi ekstra  tersebut. Sebagaimana di kemukakan oleh beberapa kader di setiap organisasi, mereka menyatakan ada beberapa faktor yang secara umum menjadi penyebab terjadinya kemunduran di organisasi. Faktor tersebut ialah bahwa organisasi saat ini mengalami kemunduran semangat pada ranah kadernya, baik dari segi pergerakan ataupun semangat juang. Hal ini kemudian mengerucut pada kebuntuan dan terkesan begitu begitu saja. sistem yang tidak membuat organisasi lebih jauh melangkah kedepan ke arah yang lebih baik.

Terkhusus himpunan mahasiswa islam majelis penyelamat organisasi ( HMI MPO ) UIN Sunan Kalijaga saat ini, juga menjadi organisasi yang paling terkena dampak dari faktor-faktor yang menjadi kemunduran organisasi secara umum, sebagaimana yang telah di kemukakan di atas. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya besar bagi beberapa pengurus, maupun kader. Padahal organisasi ini memiliki panduan ideologi berorganisasi, yang seharusnya dimiliki, sekaligus ditanamkan pada setiap individu kader HMI MPO berupa khittah perjuangan. Dalam kandungannya, ada satu bagian yang mengemukakan mengenai “etos perjuangan”. Pada bagian itu, seharusnya menjadi jawaban sekaligus solusi atas problematika kemunduran organisasi ini. Umumnya, hal tersebut menjadi persoalan terjadinya kemunduran progresivitas, pergerakan , serta arah tujuan dan hal hal positif dalam bergerak. Hal ini tentunya sudah di jabarkan di dalamnya. seperti yang kita tahu, bahwa organisasi ini menjadi salah satu organisasi kemahasiswaan tertua di Indonesia. Artinya, sudah banyak mengetahui dan berpengalaman menghadapi problem-problem orgnaisasi dari masa ke masa.

Adapun intisari atau poin utama dari tema etos perjuangan tersebut ialah bagaiamana seorang insan atau manusia di berikan tuntutan atau tanggung jawab atas keterlibatan dalam proses pembentukan masyarakat dan lingkungan sosialnya, baik di organisasi maupun di masyarakat. Hal itu kemudian menjadi dasar karena manusia sebgai mahkluk yang diciptakan Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi yang memiliki peran mengatur dan penentu, menuju bentuk tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT.

Jika kita bisa memahami secara jernih, seandainya secara keseluruhan  poin-poin di atas menjadi corak atau landasan dalam bergeraknya seorang kader HMI MPO, maka tentunya hal-hal yang memiliki tujuan untuk menjadikan organisasi lebih baik dan maju, seharusnya bisa lebih mudah terealisasikan. Tetapi pada faktanya,  justru organisasi ini malah menjadi bahan obrak abrik dari setiap kepentingan individu, yang tidak mementingkan dan cenderung melenceng  dari nilai-nilai, maupun ideologi organisasi. Tentu, ini berdampak pada terjadinya kekacauan orientasi pergerakan para kadernya yang diperhadapkan dengan berbagai tawaran berupa pergerakan, tujuan, proyek, yang malah melenceng serta membuat asas pergerakan yang terkandung pada khittah perjuangan menjadi tidak terlihat dan luntur. Oke oke saja jika yang dijadikan alasan adalah perkembangan zaman. Akan tetapi, bukankah kemajuan, integritas, dan loyalitas sebuah organisasi dilihat dari bagaimana ia menghadapi perkembangan zaman, lalu dianalogikan seperti sebuah kapal yang berlayar menghadapi tantangan kondisi berupa badai dan ombak. Kemudian kapal tersebut tetap harus utuh dan tidak goyah ketika menghadapi tantangan. Sehingga, ketika sampai pada tujuannya, kapal tersebut  bisa memperlihatkan bagaimana menjadi pelaut yang tangguh, kuat, tetap bertahan, walaupun dihadapkan dengan tantangan lingkungan zaman dan faktor lainya. Tentunya, penggambaran inilah yang menjadi ekspektasi bagi setiap kader atau anggota untuk organisasi ini. Hal ini bertujuan membangun organisasi yang berkemajuan dan tetap berlandaskan pada idelologi dan asas-asas, serta corak organisasi. Sehingga, menjadikan organisasi HMI MPO sebagai organisasi yang bisa membawa perubahan dan solusi atas adanya tantangan dan problematika di masa mendatang. Terlebih bagi tiap individu seorang kader ke arah yang lebih baik sesuai dengan apa yang ditanamkan dalam dirinya, baik ketika berorganisasi, maupun secara pribadi kader yang bisa di implementasikan dalam kehidupan sosial masing-masing.

Pada akhirnya, segala problem atau faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemunduran dalam lini organisasi hari ini, harus dan sepantasnya dijawab lalu diselesaikan oleh para kader mapupun pengurus organisasi itu sendiri. Walaupun, polemik yang ada sangat beragam. Akan tetapi, bagaimana membangun solidaritas bersama dan integritas kader yang bergerak pada arah yang lebih baik tentunya menjadi pertanyaan yang paling fundamental. Sehingga, “etos perjuangan” menjadi pondasi utama yang paling solutif dalam menghadapi tantangan dan polemik organisasi secara umum saat ini.

Sikap independen sebagai seorang kader pun tetap harus ditanamkan. Sehingga, terwujud sikap organisasi seperti yang diuraikan di atas. Independen yang di maksud tentu sebagaimana yang dimaksud dan terkandung dalam khittah perjuangan itu sendiri. Dimana sikap seorang kader HMI yang mencerminkan bahwa ia adalah seorang kader dari organisasi yang bersifat independen merupakan derivasi dan karakteristik Ulil Albab yang menjadi cita insan HMI. Bentuknya lebih cenderung terhadap kebenaran ( hanief ), merdeka, kritis, jujur, progresif, dan adil. Dengan demikian, kader atau anggota HMI adalah orang-orang yang sanggup berlaku dan berbuat secara mandiri dengan keberanian menghadapi resiko. Sehingga, menuntut adanya kemampuan dari setiap kader HMI yang dapat berpengaruh bagi masyarakat dan mengarahkan sistem kehidupan sosial ke arah yang lebih baik. Tentunya, hal tersebut di kehendaki dalam ajaran islam, dan dapat menjadikan organisasi HMI keluar dari masalah yang di hadapinya hari ini.

Sikap independen tersebut menjadi solusi yang fundemental dan sah-sah saja menurut saya di impelementasikan dengan cara yang lebih variatif dan inovatif sesuai dengan karakter dan corak tiap individual seorang kader. Sebagaimana yang kita lihat, perkembangan zaman membawa kita ke arah yang harus memodifikasi arah dan tujuan untuk menjadikan organisasi yang baik sesuai dengan tujuan bersama. Tentu, pola dan cara yang berbeda disetiap proses pergerakan harus diarahkan pada konsep akademis, politis, kehidupan bermasyarakat , spiritualitas dan tetap  dengan tuntunan organisasi. sebagaimana yang telah ada pada organisasi masing masing, khususnya HMI MPO UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

“Hidup segan mati tak mau” yang menjadi tema tulisan ini mengisyaratkan terjadinya kehilangan arah pada HMI MPO UIN itu sendiri. Pada orientasi atau mekanisme sistem berorganisasi hari ini, seolah terombang ambing. Entah mau dibawa kemana organisasi kita! Apa tujuannya? untuk apa melakukannya? dan apa jadinya? Itu semua menjadi pemantik keresahan baik dari arus bawah (kader biasa) maupun bagi mereka yang sedang menjabat sebagai pengurus internal organisasi. Memilih “mati” atau “hidup” adalah pilihan kita bersama. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita semua punya tanggung jawab dalam memilih yang mana harus di tempuh. memilih “mati” boleh boleh saja, tapi apakah itu sikap yang terbaik ? jawabanya ada pada diri setiap kader atau anggota saat ini. Bagi saya memilih mati adalah sikap yang mencerminkan pribadi yang pengecut dan kehilangan semangatnya dalam menghadapi tantangan. Memilih tetap “hidup”, bagi saya adalah pilihan yang didasari dari melihat begitu melimpahnya sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas di atas rata-rata di dalam organisasi kita, tentunya, jika dimanfaatkan dengan baik. Sehingga, saya merasa pesimisme kita hari ini, bisa dihancurkan dengan memanfaatkan sumber daya tersebut secara terorganisir, demi kepentingan organisasi kita bersama.

Demikian penjabaran ini tentunya harus saya akui bahwa tulisan ini tetap bersifat solutif kalaupun secara universal atau secara khusus HMI MPO UIN SUKA.  terlebih lagi sebagai seorang kader yang juga turut mengalami dan merasakan keresahan atas polemik yang terjadi di organisasi. Tentunya tetap memiliki tanggung jawab baik secara individual atau organisasi yang harus turut andil dalam membawa organisasi keluar dari problem nya saat ini. Solusi itu pada faktanya beragam, tapi tentang bagaimana cara kita membawa persepsi kita sendiri dalam melihat hal hal yang menjadi faktor kemunduran organisasi dan berperan dalam keberhasilan kita bersama sehingga menuju ke arah yang lebih baik harusnya menjadi tanggung jawab dan bisa di sampaikan sekaligus terealisasikan dengan cara yang seyogyanya, bukan malah membawa kita kepada arah perpecahan yang di dasari karena hal hal bersifat egosentris dan kepentingan diri, sehingga menjadikan organisasi itu menjadi semakin carut marut dan malah semakin kacau di karenakan tidak di hasilkannya solusi dan masukan dengan cara yang organisatoris yang melibatkan tujuan arah yang bersifat kebersamaan dan melibatkan tiap unsur dan pandangan persepsi di setiap bagian masing masing.

Author: Muhammad Fajar Masdin
Kader Progresif HMI Komisariat Fakultas Ushuluddin Angkatan 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published.