
Mas Restu. (Gambar: Muh. Alfian Al Ahsan)
HMI Komisariat Ushuluddin terkenal akan alumni-alumninya yang sudah melanglangbuana di berbagai daerah di Indonesia. Dengan sebaran alumni yang tidak sedikit, inilah juga yang menjadi alasan kenapa komisariat ushuluddin masih menjadi salah satu komisariat yang punya power di HMI Korkom UIN.
Suntikan motivasi dan sekadar cerita masa lalu dari mereka, nyatanya bisa membangkitkan ghirah untuk kembali ngurusin HMI. Bahkan ada celetukan dari beberapa pengurus komisariat periode yang lalu, “Kalo lagi capek, ketemu alumni aja”, katanya.
Salah satu yang me-legenda adalah Mas Restu. Beliau bisa dikatakan sebagai tempat paling nyaman untuk cerita, sharing, bahkan sekadar bercanda dengan temen-temen pengurus maupun kader-kader di komisariat. Terbukti, beliau adalah salah satu alumni yang paling banyak dikenal. Bukan tanpa alasan, sosok yang juga pernah berproses di Mapalaska ini, selalu siap menerima kedatangan adek-adeknya dari komisariat. “Mau kesini (rumahku) berapa kali pun aku senang. Gak pernah ada rasa mau nutup pintu”, tuturnya.
Sudah menjadi tradisi, bagi setiap periode kepengurusan untuk berkunjung ke kediaman beliau yang bermukim di Karanggede, Boyolali, Jawa Tengah. Masakan enak dari isteri beliau juga menjadi hal yang selalu dirindukan. Agenda “NgePES” pun tak boleh dilewatkan. Namun, yang selalu menjadi alasan untuk kembali adalah cerita masa lalu yang menunjukkan sifat loyalitas sebagai kader.
Baginya, HMI di UIN (termasuk ushuluddin) harus selalu bergerak dengan membawa nilai-nilai ke-Marakoman. Marakom memang menjadi rumah peradaban bagi komisariat-komisariat yang ada di UIN. Karakter seperti loyal, militan, dan tegas, menjadi ciri khas yang menempel di anak-anak marakom.
Loyalitas di HMI menjadi hal yang harus ada dalam diri kader. Loyal berarti setia dan siap berkorban untuk organisasi, kapanpun saat dibutuhkan. Ditambahkan oleh beliau, bahwa ini penting untuk menaikkan pamor organisasi. “Kadang-kadang pengorbanan itu penting, bahkan harus dilakukan untuk menaikkan pamor lembaga” tegasnya.
Ada satu hal yang menarik dari beliau. Bahwa untuk mengurusi HMI, tidak selalu harus punya jabatan di struktur. Menurutnya, tanpa jabatan pun bisa berbuat lebih untuk HMI. Namun, disaat dihadapkan dengan permasalahan, beliau siap sebagai orang pertama yang membela. “Kalo berurusan otot yang maju aku, Meskipun aku gak pernah ngambil posisi strategis di struktural”.
Sosok yang dikenal sebagai sosok yang tegas bisa dikatakan preman UIN pada masanya ini memang memiliki rasa cinta yang mendalam terhadap marakom. Bahkan, cinta terakhirnya ditemukan di HMI. “Cinta saya tumbuh di marakom. Jadi apapun yang terjadi di marakom, kita harus membela sampai titik darah penghabisan” tegasnya.
Pada akhirnya, beliau menitipkan beberapa pesan kepada kader-kader HMI UIN, yang secara tidak langsung tergabung dalam keluarga marakom.
“Kita harus kembali melihat diri kita apa masih ada marakom dalam diri kita”.
“Kita dulu bangga sebagai orang marakom, harusnya kita mengembalikan rasa kebanggaan itu”.
“Kita dari dulu itu minoritas. Bagaimana yang sedikit itu bisa menjadi perhatian dari yang banyak. Harus Buat sesuatu yang berbeda”.
“Anak marakom itu pinter orasi dan pinter cari masalah. Ini sebagai upaya presure, atau memberikan tekanan bagi pihak lain di kampus. Biar kita disegani”. Sebagai penutup, ada satu kalimat yang harusnya menyayat hati bagi para pengurus dan kader-kader di keluarga marakom. “Marakom itu Intan. Cuman perlu digosok aja biar bersih lagi, karena mungkin lagi ada lumpurnya dikit”.