Nikah Abal-abal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), abal-abal itu artinya penjahat kelas kakap. Ada pula makna lain yaitu tidak bermutu. Jika ditempelkan dengan kata nikah lalu dibuat definisi, maka nikah abal-abal adalah nikah yang tidak sah menurut agama juga tidak dicatat oleh negara, saking tidak bermutunya. Contohnya seperti ini.

“Pak nanti kalau ada orang ini mendaftarkan nikah jangan diterima ya ?” pinta seorang wanita paruh baya siang itu sambil menunjukkan identitas laki-laki yang ia maksud

“Hla memang kenapa ?” tanyaku penasaran

“Dia itu suamiku” jawabnya singkat

“Dulu kamu nikah di KUA mana ?” aku coba selidik

“Nika sirri kok pak ?” wanita itu menjawab enteng

“Kenapa pakai nikah sirri, kan nikah resmi gratis jika di KUA” aku semakin ingin tahu

“Gini lo pak, saya kan masih baru proses cerai dengan suamiku sehingga belum punya akta cerai” ia mencoba berasalan

“Hlaah, berarti kamu ini statusnya masih istri sah dari suamimu” aku terperanjat

Ada lagi seorang laki-laki bercerita, bahwa dirinya telah nikah sirri dengan memakai wali hakim seorang ustadz. Ia lakukan sekitar lima tahun silam. Padahal sang “istri” masih punya bapak yang mestinya menjadi wali nasabnya.

Di atas adalah dua kasus nikah abal-abal tetapi yang bersangkutan merasa telah melakukan nikah sirri dan masyarakatpun maklum. Karena konon yang menikahkan juga seorang ustadz.

Hasil riset M. Thahir tentang nikah sirri di kabupaten Blora menyebutkan bahwa 65 persen pernikahan sirri yang dilakukan oleh masyarakat itu tidak sah secara agama, alias abal – abal. Dinilai tidak sah karena tidak memenuhi syarat dan rukun nikah. Seperti pada kasus yang saya temui di atas. Si wanita tidak memenuhi syarat untuk menikah karena dia masih istri sah orang lain. Adapun kasus yang kedua tidak sah karena tidak memenuhi rukun, yaitu walinya tidak pas. Masih punya wali nasab itu mestinya yang menjadi wali ayahnya bukan wali hakim. Apalagi wali hakim partikelir.

Satu lagi yang jarang dimengerti masyarakat adalah bahwa wali hakim itu hanya petugas negara. Tidak setiap orang bisa menjadi wali hakim, sebagaimana sabda Nabi saw berikut:

أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ – ثَلاَثاً – وَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَإِنَّ السُّلْطَانَ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ

Dari Aisyah ra mengabarkan bahwa Nabi saw bersabada, “Wanita mana saja yang menikahkan tanpa seizin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal, apabila telah terjadi hubungan suami istri, maka laki-laki itu wajib membayar mahar atas sikapnya yang telah menghalalkan kehormatan wanita tersebut. Apabila para wali enggan menikahkan seorang wanita, maka pihak penguasa (hakim) bertindak sebagai wali bagi orang yang tidak mempunyai wali” (HR. Ahmad)

Karena itu ustadz, kyai atau siapapun yang menjadi wali hakim dari pernikahan seorang muslimah yang wali nasabnya tidak berhalangan maka pernikahannya tidak sah. Yang bisa menjadi wali hakim adalah petugas negara, yaitu penghulu. Tidak ada wali hakim swasta.

Dalam fikih memang dikenal ada istilah wali muhakam. Yaitu seseorang yang bertindak menjadi wali hakim pada pernikahan seorang wanita. Seperti tercantum pada kitab Kifayatul Akhyar berikut ini.

كفاية الأخيار – (ج 1 / ص 473)

قال النووي : ذكر الماوردي فيما إذا كانت امرأة في موضع ليس فيه ولي ولا حاكم ثلاثة أوجه : أحدها لا تزوج والثاني تزوج نفسها للضرورة والثالث تولي أمرها رجلا يزوجها

Berkata imam Nawawi: “Al-Mawardi menyebutkan bahwa jika seorang wanita berada di tempat di mana tidak ada wali nasab atau penguasa, maka ada tiga alternatif terkait dengan nikah; pertama ia tidak menikah, yang kedua dia menikahkan dirinya sendiri karena dharurat, dan yang ketiga dia menikah dengan wali seorang laki-laki yang ada di situ (wali muhakam).

Lebih lanjut pada kitab Al Muhazab disebutkan syarat menjadi wali muhakam adalah fakih, mujtahiad dan adil.

Dengan ketentuan di atas maka di Indonesia ini tidak ada peluang untuk menikah dengan wali muhakam, sebab dari Sabang sampai Merauke terdapat wali hakim yang siap menjadi wali bagi wanita yang tidak punya wali nasab atau wali nasabnya berhalangan.

Mempelai nikah abal-abal itu dalam banyak kasus hanyalah korban. Mereka menjadi korban dari penjahat moral kelas kakap yang mengaku bisa menjadi wali hakim. Atau memberi iming-iming keabsahan nikah tanpa memenuhi syarat dan rukun nikah. Terkadang dengan argumen pseudo ilmiah yang seolah-olah membela hak asasi manusia.

Penjahat biasa akan mengambil harta benda korbannya, sedangkan penjahat moral akan merampok keprawanan, kehormatan wanita bahkan terkadang aqidahnya. Masyarakat yang awam ajaran agamanya menjadi santapan empuk para predator nikah abal-abal ini.

Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menulis satu bab tentang pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim. Para ulama telah melakukan ijma’ bahwa tidak halal wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim. Hal ini merujuk sebuah ayat alqur’an sebagai berikut:

ا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ [الممتحنة/10]

Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepada kalian untuk hijrah, maka hendaklah kalian uji keimanan mereka. Allah Maha Mengetahui keimanan mereka. Jika kalian mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kalian kembalikan perempuan-perempuan mukmin itu kepada suami-suami mereka yang kafir. Perempuan-perempuan mukmin itu tidak lagi halal bagi laki-laki kafir, dan laki-laki kafir tidak halal bagi perempuan-perempaun mukmin.

Tidak halal itu berarti haram. Jika sesuatu yang haram nekat dilakukan maka perbuatannya tidak sah. Dengan demikian pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim itu tidak sah secara agama. Jika agama yang bersangkutan tidak mengesahkan maka negara tidak mungkin mencatat pernikahan tersebut. Juga tidak mengeluarkan akta perkawinannya. Jika mereka memiliki akta perkawinan kemungkinan besar akta perkawinan palsu. Itulah salah satu bentuk nikah abal-abal.

Ketahuilah menikah resmi itu mudah, murah dan barakah. Bahkan kalau bersedia akad nikah di KUA nol rupiah alias gratis. Udah gitu dapat oleh-oleh dari penghulu berupa do’a dan nasehat pernikahan. Jalan lempang menikah resmi mestinya menjadi pilihan setiap mempelai. Itulah jalan yang Allah ridha, orang tua ridha dan masyarakatpun turut ridha dan mendo’akan. Wallahua’lam

Author: Muh Nursalim
Alumni HMI Komisariat Dakwah tahun 1993

Leave a Reply

Your email address will not be published.