
Karikatur kader HMI dan orang membawa CV (Foto L Quotes Daily dan Illustration Of Courses.)
“Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang trurut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT” merupakan bunyi atas tujuan Himpunan Mahasiswa Islam yang secara nyata harus diwujudkan secara individu, sosial dan hakikat perkaderan. Tentunya berbagai instrumen juang disuguhkan untuk mencapai cita-cita tersebut yang tercantum dalam Khittah Perjuangan sehingga menjadi pedoman kader HMI yang dijabarkan sebagai individu “ulil albab”. Individu tersebut digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai sosok yang dapat membentuk dan menata kehidupan sosial yang adil, sebaliknya kehidupan sosial yang adil merupakan wahana pendidikan insyaniyah yang utama untuk membentuk pribadi-pribadi yang unggul.
Khittah perjuangan sebagai sutau cara pandang gerakan yang mencakup dan menjabarkan konsepsi filosofis azas, tujuan, usaha dan indenpendensi sangatlah penting sebagai arah gerak organisasi serta menjadi pandangan hidup bagi individu HMI. Niat merupakan suatu hal yang penting karena menjadi awal bagi setiap orang dalam melakukan perbuatan, niat dalam Khittah Perjuangan tidak dijelaskan secara spesifik akan tetapi hakikat dari dibentuknya Khittah Perjuangan itu adalah bagaimana konsep, prinsip yang terkandung di dalamnya menjadi landasan niat bagi setiap kader HMI.
Niat secara bahasa adalah “keinginan dalam hati untuk melakukan suatu tindakan yang ditunjukkan hanya kepada Allah”. Secara bahasa, orang Arab menggunakan kata-kata niat dalam arti ‘sengaja’. Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan. Sedangkan secara istilah, tidak terdapat definisi khusus untuk niat. Maka dari itu, barangsiapa yang menetapkan suatu definisi khusus yang berbeda dengan makna niat secara bahasa, maka orang tersebut sebenarnya tidak memiliki alasan kuat yang bisa dipertanggungjawabkan.
Sehingga banyak ulama yang mengartikan niat, salah satunya adalah Syaikh Imam Nawawi dalam karyanya Hadits Arba’in An Nawawiyah yang merupakan kumpulan 42 hadits yang sebagian besar diambil dari shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dengan membuang sebagian sanandnya agar mudah dimengerti dan dipahami, kumpulan hadits tersebut sangat bermanfaat bagi kaum muslimin pada umumnya dan dapat diimplementasikan juga oleh para kader HMI pada khususnya yang tercantum nilai-nilai kebaikan di dalamnya.
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ ) .رواه البخاري و مسلم)
“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya untuk (pada) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya untuk dunia, maka baginnya apa yang diniatkannya atau karena wanita yang dinikahinnya, maka hijrahnya itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diinginkannya.”
Urgensi hadits ini harus dijadikan bentuk analisis dalam menentukan suatu kebijakan dalam Islam karena mengandung dasar agama dan menjadi pedoman sebagai hukum Islam. Jika dikaitkan dengan hukum Positif dapat kita kenal dalam asas hukum perjanjian dengan I’tikad baik. Sehingga niat menjadi awal akan dilakukannya suatu perbuatan sebagaimana Imam Bukhari meletakkan hadits ini dalam mukaddimah kitab shahihnya dan Imam An-Nawawi meletakkan hadits ini sebagai pembuka dari kitab yang disusunnya selain kitab ini yaitu kitab Al-Adzakar dan Riyadhus-Shalihin.
Hadits yang membahas pentingnya niat ini mempunyai pesan yang sangat penting bagi setiap muslim karena tidak ada pahala ibadah yang dihasilkan jika tidak dilandasi niat ibadah itu sendiri. Kemudian makna hijrah didalam hadits tersebut tidak hanya meninggalkan Makkah menuju Madinah akan tetapi bagaimana seorang muslim harus meninggalkan hal-hal yang buruk dan menghindarinya serta didasari dengan keikhlasan dalam melaksanakannya agar mendapatkan ridho Allah SWT sehingga harapan akan ridho-Nya menjadi tujuan utama, untuk mendapatkan ridho-Nya harus dicapai dengan keikhlasan oleh setiap insan dalam melakukan kebaikan sebagaimana ikhlas merupakan cerminan bentuk hubungan antara makhluk dengan khaliknya. HMI sebagai organisasi perkaderan, massa dan wadah pendidikan yang menyakini bahwa hakikat perjuangan HMI adalah kesungguhan melaksanakan ajaran Islam pada kehidupan masyarakat secara bertahap dan konsisten di seluruh aspek.
Realita yang kita hadapi terkait permasalahan yang sangat urgen pada diri setiap orang terkhusus para kader HMI MPO. Hal tersebut sangat terlihat bagaimana niat sangat berpengaruh dalam jalannya laju perjuangan yang semakin memudar karena kurangnya refleksi atas niat berorganisasi di HMI, dampak yang dapat dirasakan di HMI kali ini kurangnya semangat juang kolektif diantara para kader dalam memperjuangkan apa yang menjadi niat awal berorganisasi. Merefleksikan kembali niat menjadi salah satu solusi untuk kembali mengobarkan kembali i’tikad yang selama ini redup.
Perbuatan yang tidak dilandasi niat yang baik akan berakhir penyesalan, namun jika seseorang yang mempunyai niat baik namun tidak jadi melakukannya maka baginya satu pahala, hal ini sesuai dengan hadits yang memiliki arti sebagai berikut:
Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]
Pernyataan yang mengandung pertanyaan penulis sampaikan mengingat realita kader HMI saat ini yang kurang merefleksikan dan mengimplementasikan niatnya untuk ikut “berjuang” di HMI atau hanya “ikut saja” atau bahkan sebagai penghias “CV” saja yang ia niatkan untuk masuk HMI, sehingga penulis menyimpulkan dengan pertanyaan “apakah HMI sebagai media berjuang atau media untuk hal gengsi?”, wallahua’lam