Pak Gun, Sebuah Cerita dari Desa Kecil

Peraih Juara 1 Lomba menulis cerpen internasional dalam acara IIEC 4.0 yang diselenggarakan oleh Economics University of Darussalam Gontor Female Campus dengan judul asli “Mr. Gun, A Story From Small Village”

“Negara kita sedang kerisis ekonomi, kita harus segera berbuat sesuatu karena itu juga berdampak pada ekonomi kita” kata salah satu peserta pada pertemuan pemuda di desaku siang itu yang diadakan di rumah kepala desa.

“Sebelum kita mengambil tindakan kita harus tahu permasalahannya agar bisa mencari solusi” kata salah satu peserta forum yang lainnya.

Aku yang merupakan bagian dari pemuda desa juga turut ikut serta memikirkan permasalahan yang terjadi. Dari kondisi yang aku amati kemarin itu bermula dari pandemi covid-19 yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi, bahkan negara indonesia hanya berada di pertumbuhan ekonomi sebesar 2.3 % berada di kondisi inflasi dibanding dengan tahun sebelumnya yang masih setabil. Aku mulai berpikir solusi yang bisa jadi alternatif  jalan keluar dari permasalahan ini.

“Dari Agus mungkin ada yang mau disampaikan sebagai mahasiswa lulusan jurusan ekonomi?” Pak Gun yang merupakan kepala desa menyadarkan lamunanku. Semua peserta forum tertuju pada  tempat duduk yang aku tempati. Seperti yang dipanggil oleh kepala desa, nama lengkapku Agus Salim, mahasiswa lulusan dari fakultas ekonomi dan bisnis islam di UIN Sunan Kalijaga yogyakarta jurusan perbankan syariah yang berfokus pada marketing dan pernah belajar manajemen sumber daya manusia.

Dari bekal jurusan di kampus itu, aku punya pandangan terkait masalah yang sekarang.

“Baik, izin menyampaikan pendapat saya. Pertam permasalahan ini muncul karena adanya covid-19 dan pemberlakuan pelarangan  kegiatan yang mengundang keramaian. Oleh karena itu kita butuh suatu inovasi yang tidak membutuhkan kontak fisik tapi hal itu bisa jadi alternatif dari permasalahan ini” kataku pada mereka.

“Inovasi apakah itu, Agus?” salah satu peserta forum bertanya.

“Ia, apakah yang bisa kita lakukan untuk bisa menciptakan alternatif itu?” yang lain menanggapi.

Aku membenarkan posisi dudukku, mengambil nafas sebentar dan berusaha setenang mungkin.

“Kita jumlah terlebih dahulu para mahasiswa di desa ini dan berapa banyak yang paham teknologi, setelah itu kita melakukan kegiatan yang akan  menumbuhkan perekonomian secara online atau bisnis digital” kataku.

“Tapi bukankah sudah  ada online shop seperti  lazada, shopee dan lainnya. Bukankah kita bisa menggunakan itu saja” kata Ahmad, salah satu mahasiswa jurusan teknik di ITS.

“Ia, kita bisa menggunakan itu kalau mau jualan online” kata Rudi menyetujui.

Aku mengangguk berusaha menyimak mereka.

“Ok, benar yang dikatakan  kalian. Tapi apakah di  lazada orang bisa jualan sayur, apakah di shopee orang bisa membeli ikan, desa kita jauh dari perkotaan dan itu tidak akan banyak membantu permasalahan ini” kataku. Semua peserta forum mengangguk menyetujui.

“Jadi apa langkah yang akan kamu ambil untuk masalah kita ini Gus?” Sekarang pak gun yang menanggapi. Pak gun sudah tua dan sering sakit tapi dia orang yang semangat untuk membuat desa kami menjadi lebih baik. Beberapa bulan lalu dia dinyatakan memiliki penyakit serangan jantung. Hanya demi  kemakmuran  rakyatnya lah yang  membuatnya tetap semangat untuk hidup sampai hari ini. Dia pemimpin yang dicintai rakyatnya.

Aku berpikir sebentar sambil merangkai kalimat yang tepat untuk menyampaikan gagasanku.

“Bukankah kita punya generasi yang bagus pendidikannya. Misalkan Ahmad, dia mahasiswa jurusan Teknik dan bisa difungsikan untuk membuat aplikasi. Atau Salim, dia lulusan terbaik pada jurusan manajemen keuangan di Universitas Brawijaya. Dan masih banyak teman-teman yang lain yang bisa ikut menyelesaikan masalah ini. Kalu kita bersatu maka semua masalah ini akan cepat selesai” semua peserta forum terdiam. Kalimat yang aku sampaikan tadi sepertinya di luar pikiran mereka.

“Nah, itu ide bagus. Aku setuju dengan apa yang disampaikan agus tadi” Pak Harun, tokoh masyarakat di desaku yang juga hadir memecah keheningan. Yang lain mengangguk dan menyetujui apa yang aku usulkan tadi.

Akhirnya siang itu diambil keputusan bahwa di desa kami akan melakukan pemasaran secara online. Ahmad diberi tugas untuk membuat aplikasi, Salim bertugas untuk mengatur keuangan, aku diberikan amanah untuk menjalankan marketing dan sumber daya manusia. Sementara yang lain ada yang jadi driver untuk mengantarkan pesanan penduduk, ada juga yang memastikan persediaan makanan masyarakat masih ada. Semua diberlakukan secara online.

Bagi masyarakat yang  tidak punya handphone, Pak Gun bermurah hati memberi pinjaman uang untuk modal sekaligus beli handphone yang bisa digunakan untuk program yang akan kami adakan. Hari  itu juga kami benar-benar memulai program untuk menyelamatkan desa kami dengan memenfaatkan kecanggihan teknologi dan sumber daya manusia.

***

Satu minggu kemudian…!

Setelah berusaha secepat mungkin dan tidur larut malam, akhirnya Ahmad selesai membuat aplikasi yang diberi nama “Save Village” yang mengandung makna selamatkan desa. Aku yang bertugas di bagian sumber daya manusia memastikan dengan baik bahwa semua penduduk desa telah memasang aplikasi yang dibuat oleh kami.

Karena aplikasinya sudah tersedia di playstore maka penduduk di desa kami hanya tinggal doundloud dan siap menggunakannya. Hari itu, setelah pak gun mengadakan pertemuan semua warga untuk sosialisasi, program itu benar-benar dijalankan. Kami membagi tugas sesuai  kemampuan  masing-masing.  Ahmad benar-benar mengelola aplikasinya dengan baik dan memastikan seluruh pengguna tidak mengalami masalah. Hanya bermodal satu set komputer tapi semua berjala dengan baik.

Aku juga berusaha dengan baik, memastikan penduduk dalam  melakukan transaksi dengan lancar. Juga memperaktikkan teori marketing yang dulu pernah aku pelajari di kampus. Salah satunya jika ada penduduk yang butuh jasa iklan aku buatkan konten yang menarik dan dipromosikan  melalui media sosial, aku juga diam-diam juga menggunakan  jasa iklan melalui instagram temanku yang kebetulan menjadi selebgram sejak masih di bangku kuliah. Aku akrab dengannya dan dia mempromosikan aplikasi kami secara geratis.

Salim juga demikin. Dia pintar sekali dalam mengatur keuangan. Bahkan dalam jumlah yang kecil pun semua ada transparansinya. Kerja sama di tim kami benar-benar berjalan dengan baik. Ini juga menciptakan lapangan kerja bagi pengangguran di desa kami. Semua benar-benar seperti yang kami harapkan. Hingga satu hari, ada kabar duka yang muncul dari rumah pak gun, tadi malam, setelah sholat isya’ dia terkena serangan jantung, penyakitnya kambuh. Istrinya sempat ingin membawanya ke rumah sakit tapi pak gun menolak. Dia akhinya menitipkan pesan bahwa apapun yang terjadi, tetap jalankan program untuk membangun desa kami.

Semua orang  menangis  mendengar kabar duka itu. Ahmad sampai lupa bahwa aplikasinya sedang eror, salim juga tak sempat memikirkan  keuangan, aku juga bingung untuk melakukan apa. Pak gun adalah salah satu orang yang mendukung penuh kegiatan ini, kalau tidak ada dia mungkin program yang kami jalankan tidak akan sampai seperti yang sekarang.

Satu minggu berlalu, semua orang masih dalam suasana duka pada kepergian pak gun. Semua tidak berjalan, macet dan buntu. Pak harun menghampiri kami ketika masih sibuk membicarakan kebaikan dan kepergian pak gun.

“Apakah kalian akan tetap seperti ini?” tanya pak harun pada kami yang masih menahan air mata.

“Kalian adalah orang-orang hebat, menangis tidak akan membuat Pak Gun kembali lagi. Tapi kalian bisa membalas jasanya dengan tetap semangat dan melanjutkan program yang kemarin karena hanya itu yang dipesan oleh dia sebelum meninggal” ucap pak harun lagi.

Kami terdiam, suasana hening.

“Kita berhenti menjalankan usaha ini, tanpa pak gun kita tidak akan menjadi apa-apa” Ahmad tiba-tiba berdiri dan mengucapkan kalimat itu dengan lantang, seolah dia sedang menumpahkan amarahnya. Setelah itu dia pergi tanpa satu kata pun lagi.

“Aku juga tidak siap jika tanpa pak gun, maaf” Salim ikut berdiri, kemudian pergi menyusul Ahmad. Hanya tinggal aku dan Pak Harun.

Keadaanku juga tidak jauh berbeda dengan ahmad dan salim. Semangatku telah hilang. Aku berdiri dan tanpa mengucapkan kalimat apapun pergi meninggalkan pak harun. Kini sekarang hanya tinggal dia sendirian dan dia tau bahwa kami sudah kehilangan semangat.

Pak Gun telah pergi.

***

Satu bulan kemudian…!

Kami benar-benar tidak  menjalankan program yang kami rancang sama pak gun. Sudah satu bulan aku tidak pernah buka lagi aplikasi itu. Hingga hari itu, ada sebuah pesan yang masuk dari temanku yang dulu pernah aku minta bantuan untuk mempromosikan aplikasi kami melalui istagramnya.

“Gus, coba lihat aplikasimu di PlayStore” katanya melalui chat. Aku bingung tapi mencoba melakukan apa yang temanku itu minta. Dan aku sangat  terkejut ketika membuka dan melihat sudah ada lebih dari 10 ribu pengguna yang mendoundloud aplikasi kami. Ternyata postingan di instagram temanku  itu  mencuri perhatian banyak orang dan banyak yang menanyakan itu melalui komentar di bawah postingan.

Aku hubungi Ahmad untuk memberitahukan  kabar  itu. Dan ternyata dia sudah tahu sebab selama sebulan ini sejak pertemuan dengan pak Harun dia berpikir ulang dan berusaha memahami apa yang dikatakan oleh pak harun.

“Maaf yaa Gus dari kemarin aku tidak cerita sama kamu, aku masih belum percaya kalau kita bisa melakukan semua ini tanpa pak Gun. Dan sekarang aku sadar bahwa kekutan kita ada pada diri kita sendiri. Selama kita tidak mau berusaha maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa” ucap Ahmad saat itu. Salim juga demikian, walaupun sempat bilang tidak tapi dia tetap menjalankan tugasnya dengan baik.

Selama satu bulan aku tidak keluar rumah itu sebabnya aku tidak tahu apa yang sedang terjadi di luar. Dan sekarang semua kembali normal, aplikasi yang kami buat tidak hanya diakses oleh orang-orang di desa kami tapi juga di luar sana. Ini adalah cerita kami, dari desa kecil yang tidak punya alasan untuk gagal tapi berusaha mencari solusi bersama ketika ada permasalahan.

Pak Gun, kau adalah inspirasi kami.

Author: Moh. Sudah
Kader HMI MPO Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga

Leave a Reply

Your email address will not be published.