Oleh : Intan Kurnia Salim
Siapa Derrida?
Derrida ini atau dengan nama sedangnya Jacques Derrida terlahir di tempat El Biar, Aljazair pada tanggal 15 Juli 1930. Derrida adalah seorang keturunan dari Yahudi. Ia seorang filsuf Perancis yang terkenal sebagai pengusung dekontruksi yang bermakna. Pemikiran Derrida dipengaruhi oleh beberapa orang filsuf juga yaitu Nietczhe, Martin Heidegger dan Freud. Derrida tersebut melakukan sebuah suatu metode baru dengan membaca teks atau tulisan dengan menggeser pusatnya atau bisa dikatakan inti ke pinggir dan mengubah teks dari pinggir ke inti.
Saat beranjak usia ke-22 tahunnya, Derrida masuk ke sebuah sekolah bernama Ecla Normale Superieure yang bergengsi dimana banyak sekali meluluskan filsuf di Prancis. Disana Derrida bertemu dengan salah satu Dosen cum pemikir terkenal salah satunya adalah Louis Althusser, Michael Foucault, Pierre Bourdieu dan lain-lainnya. Derrida ini juga sempat menjadi asisten dari seorang Dosen bernama Paul Ricoeur di Universitas I Sorbonne-Pantheon. Setelah itu ia kembali lagi ke Ecole Normale sebagai Dosen pengajar.
Derrida ini sebenarnya hampir mendapatkan nominasi untuk menggantikan Paul Ricoeur di Universitas Nanterre, akan tetapi dengan keadaan yang berkata lain dan tidak jadi. Akibat ini karena Mentri Kementrian Pendidikan Prancis saat itu menolak Derrida mendapatkan kedudukan itu, sehingga Derrida Lebih sering bertanding dengan Amerika Serikat. Dimulai dari situlah Derrida menjadi pemikir yang besar hingga saat ini namanya dikenal dimanapun kampus-kampus bahkan juga sampai ke tempat diskusinya para mahasiswa yang mengambil mata kuliah filsafat.
Jika ingin mengetahuinya lebih banyak dapat ditelusuri dari berbagai esai-esainya dan pembawaannya terhadap teks-teks filsafat (Al-Fayyadl, 2005). Dengan akibat pengaruh dari tokoh-tokoh tersebut, Derrida menjadi pantas disandingkan dengan jajaran pemikir Postmodernisme. Akan tetapi Derrida akhirnya meninggal pada 9 Oktober 2004. Walaupun jasadnya telah menyatu dengan bumi, namun pemikiran yang sudah dikeluarkan olehnya tidak terkubur bersama.
Dekontruksi Derrida Seperti Apa Sih?
Dekontruksi yang telah dipopulerkan Derrida ini pada awalnya merupakan sebuah tindakan atau lebih dikenal dengan suatu metode. Metode Dekontruksi merupakan suatu tindakan dari subjek dimana untuk mempertanyakan, membongkar suatu objek yang tersusun dari berbagai unsur. Pembongkaran itu dilakukan merupakan suatu tindakan yang radikal karena berani menghancurkan sesuatu yang sudah tertata rapi, dianggap sebagai paling benar dan sudah diagung-agungkan pada masa itu. Dengan keberanian yang dimiliki pada argumentasi yang kuat menjadikan Derrida ini sebagai salah satu tokoh Postmodernisme yang sangat disegani.
Istilah dekontruksi ini sebenarnya sangat sulit untuk didefinisikan. Derrida sendiri pun juga pernah diwawancarai oleh wartawan bahwa diapun juga mengakui tidak mampu dalam mendefinisikan dekontruksi tersebut. Dengan pernyataan ini untuk membuktikan definisi dekontruksi ini sangatlah sulit. Oleh sebab itu sepertinya sedikit sia-sia untuk mendefinisikan dekontruksi tersebut. Begitu juga jika kita mendefinisikannya memfinalkan makna dekontruksi itu dan secara tidak langsung kita masuk dalam mengkhianati Derrida. Akan tetapi, menurut saya sedikit memahami bahwa dekontruksi merupakan cara berpikir untuk menghantamkan berkali-kali tentang apa saja yang terlanjur sudah baik begitu mapan dan mendominasi juga.
Metode ini juga luput dari strukturalis yang melihat adanya bahasa ideal dan maknanya stabil serta pasti. Pembacaan biasa selalu mencari makna yang sebenarnya atau paling benar dari teks tersebut. Dari hal ini Derrida mengkritikkan pandangan tersebut karena menurutnya dalam setiap tulisan terdapat sebuah makna-makna yang tersembunyi di belakangnya. Dengan melalui teori Dekontruksi Derrida, ia menyanggahi bahwa teks itu sudah tidak penting lagi sebagai tatanan yang utuh melainkan sebuah arena pergulatan yang terbuka.
Kepastian tunggal yang selalu dicari, dielu-elukan, diagung-agungkan manusia modern sesuatu yang merupakan keniscayaan. Satu-satunya hal yang bisa dikatakan adalah ketidakpastian. Teori dekontruksi yang dipopulerkan oleh Derrida ini memberi pengaruh yang sangat besar dan luar biasa dalam ilmu pengetahuan filsafat, bahasa, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Teori ini selalu curiga dan tidak pernah puas akan kebenaran yang mutlak atau dengan yang sudah adapun dan selalu curiga akan kemapanan.
Adanya oposisi tersebut memiliki konsekuensi yang bisa dikatakan sangat fatal dan brutal. Pasalnya ini dari dua arah yang saling berlawanan. Yang dimana pada akhirnya mengimplikasikan ada sesuatu yang mendominasi dan didominasi. Fatalnya, hal ini juga mengalami sebuah penindasan dan penjajahan. Misalnya, antara seorang laki-laki ini layaknya pemimpin dan selalu di depan sedangkan perempuan di nomor duakan. Dalam hal ini laki-laki sudah terlihat lebih mendominasikan seorang perempuan. Begitulah di dalamnya kaum struktualisme juga yang memandang sebuah teks sedemikian rupa.
Karena terhadap keresahan tersebut, Derrida datang untuk menghadirkan konsep dekontruksinya. Namun, apakah dekontruksi ini adalah usaha untuk membalik tatanan oposisi makna, seperti laki-laki mendominasi perempuan, menjadi perempuan yang akan mendominasi laki-laki? Tentu saja tidak. Dekontruksi ini hadir untuk menjunjung tinggi antara keterbukaan, keagamaan, kesetaraan, dan lebih menghormati segenap perbedaan.
Pada dekontruksi Derrida ini berfokus kepada kemapanan dan kefinalan sebuah interpretasi terhadap teks atau tulisan. Langkah pertama dalam mendekontruksikan teks ini tentu harus meneliti teks tersebut secara benar dan lagi serius, sehingga dapat diketahui apa yang dimaksud dari teks tersebut. Jika hal tersebut perlu dikembangkan kembali guna mendapatkan sebuah pemahaman yang baru. Kontradiksi-kontradiksi yang didapat juga meskipun sekecil apapun akan membuka kemungkinan besar yang mungkin sebelumnya tak terpikirkan sama sekali.
Pada sebuah teks selalu berpotensi untuk mendekotruksikan dirinya sendiri sehingga teks selalu dapat dibaca dan bisa dipahami dengan cara yang berbeda. Oleh karena tak boleh ada tafsiran atu interpretasi yang bersifat otoritatif, bahkan bisa dimutlakkan. Karena jika dijadikan mutlak, otomatis tentang kebenaran akan selalu bersandar padanya. Mengenai kebenaran tersebut yang menjadi senjata untuk menyerang liyan yang berbeda tafsiran terhadap teks tersebut. Oleh dengan demikian, teks itu selalu berpotensi yang dimaknai dengan konteks yang berbeda secara terus-menerus dan tak dapat ditetapkan maknanya pada satu kebenaran saja.
Guna untuk memahami Derrida, perlunya kita terlebih dahulu memahami konsep difference. Kata difference ini terdiri dari dua kata, yaitu membedakan (to differ) dan untuk menunda kepastian (to defer). Yang dimaksud disini adalah kebenaran dan makna dalam suatu teks harus terus dibedakan serta diberikannya sebuah kebenaran yang pasti. Dengan contoh apakah jika kebenaran dan makna teks harus dibedakan dan selalu ditunda, lalu kebenaran ini apakah ada? Maka seperti itulah memahami Derrida. Dimana pada dasarnya, jika mengacu kepada dekontruksi Derrida ini, maka kebenaran tak akan pernah ada. Dekontruksi Derrida ini bisa benar-benar diterapkan dengan radikal, namun konsekuensinya tentu saja tidak baik, karena hal ini dapat mengarahkan seseorang kepada kenihilan atau tidak ada. Dengan mempelajari Derrida ini di kehidupan sendiri akan lebih paham kebenaran pada diri sendiri.
Referensi :
Al-Fayadl, M. (2005). Derrida. Yogyakarta: LKiS.
Hardiman, F. B. (2005). Seni Memahami Hermeneutik dari Schleirmacher sampai Derrida. Sleman: Penerbit Kanisius.
Udang, F. C. (2019). Berhemeneutik Bersama Derrida. Jurnal Tumou Tou, Volume VI, Nomor 2, 117-127.
Royla, N. (2003). Derrida. London: Routlegde.