Bisakah Kita Objektif Dengan Hermeunetik Schleiermacher?

Hermeunetik telah lama dikenal sejak zaman Yunani kuno tapi, hermeunetik sebagai seni memahami yang merupakan proses mengungkap makna baru diperkenalkan oleh Schleiermacher pada abad ke-18, dan bagi kita yang baru belajar, ya, pastinya baru kita kenal akhir-akhir ini, hehe.

Hermeunetik sendiri berasal dari istilah pada zaman Yunani kuno yakni menggambarkan seorang tokoh dalam mitologi Yunani bernama Hermes yang diutus oleh para dewa-dewa, ia bertugas untuk menyampaikan pesan-pesan religius dari para dewa kepada umat manusia dan karena bahasa yang digunakan para dewa-dewa dalam pesan-pesan berbeda dengan bahasa umat manusia, Hermes harus memahami, menafsirkan dan menerjemahkan pesan-pesan tersebut lebih dulu.

Singkatnya dari sanalah hermeunetik mulai dikaji dan digunakan hingga saat ini, seperti dalam menafsirkan teks kitab suci, teks sastra, maupun sejarah. Menurut Schleiermacher untuk dapat menafsirkan teks dengan sebenarnya kita harus memahami situasi dan kondisi sang penulis, atau bahkan kita harus berusaha menjadi sang penulis itu sendiri dalam menafsirkan teks tanpa menambahkan pandangan subjektif kita untuk mendapatkan makna yang sebenarnya.

Nah, menariknya adalah, apakah kita bisa benar-benar melepaskan pandangan pribadi kita dalam memahami sesuatu? Tak cukup itu,  selanjutnya, bisakah kita mendapatkan hasil yang objektif dengan menggunakan hermeunetik Schleiermacher ini? Sebelum kita mengulas lebih dalam sebaiknya kita berkenalan dulu dengan seorang tokoh yang bernama Schleiermacher berikut.

Mengenal Schleiermacher

Fredrich Daniel Ernst Schleiermacher merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan hermeneutik pada abad ke-18. Dikenal dengan nama panggilan Schleiermacher, ia  lahir pada tanggal 21 November 1768 di sebuah kota besar yang terletak di Barat Polandia bernama Breslau. Scheleirmacher adalah anak yang cerdas, ia terlahir dan besar dalam keluarga Protestan membuatnya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin jemaat karena kecerdasannya.

Alih-alih mengirim Schleiermacher ke seminari di Barby/Elbe untuk menjadi pengkhotbah dan pemimpin jemaat, Schleiermacher malah menjadi bimbang apakah ia harus melanjutkan studinya untuk menjadi pengkhotbah ataukah beralih menjadi seorang ilmuan, ketika di sana berkenalan dengan karya-karya ilmiah  dan filosofis, serta cerita-cerita non-religius, seperti karya yang ditulis oleh filsuf Jerman bernama Johan Wolfgang von Goethe yang sekaligus merupakan tokoh terpenting dalam dunia sastra Jerman dan Romantisisme Eropa pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.

Pada akhirnya Schleiermacher memutuskan untuk melanjutkan studinya di Universitas Halle, Berlin. Di sana ia mempelajari filsafat, teologi, dan filologi, ia juga berkenalan dengan para cendikiawan dan sastrawan romantik, Friedrich Schleglel adalah salah satu tokoh cendikiawan serta sastawan Romantik yang mendorong Schleiermacher untuk menerjemahkan dialog-dialog Plato yang merupakan filsuf dan juga seniman sastra yang hebat.

Schleiermacher yang lama bercumbu dengan lingkungan yang penuh dengan Romantisme, telah mempengaruhi pola pikirnya. Romantisme merupakan sebuah gerakan kritis terhadap Pencerahan abad-18. Mereka melihat bahwa kemajuan kapitalis industrial Eropa yang terjadi pada saat itu menjadi ancaman dan merupakan sesuatu yang berbahaya, bahkan dianggap sebagai penyebab kemerosotan bagi umat manusia. Ketika manusia dimabukkan oleh kemajuan-kemajuan Industrial, para pemikir Romantisme menelaah dan merefleksikan kembali cerita-cerita atau tradisi kuno yang menggambarkan kebijaksanaan pada saat itu untuk diambil maknanya dan dikontekstualisasikan dengan masa kini.

Nah, setelah berkenalan dengan Schleiermacher yang merupakan pendiri hermeneutik modern di Barat, selanjutnya mari kita menelaah lebih dalam mengenai pemikirannya tentang hermeneutik.

Hermeunetik Schleiermacher

Berbicara tentang Hermeneutik Schleiermacher tidak bisa lepas dari istilah “Kunstslehre aes Verstehens” yang berarti “seni memahami”. Schleiermacher mendefinisikan hermeneutik sebagai proses memahami. Memahami di sini diartikan sebagai proses menangkap makna—baik itu dituangkan melalui bahasa, teks, maupun simbol-simbol.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tak pernah luput dari interaksi antar individu ataupun masyarakat hal ini menyebabkan kita selalu melakukan proses memahami ketika sedang berintraksi, yakni menangkap makna dari kata-kata yang diucapkan oleh penuturnya. Hal ini bisa kita narasikan sebagai berikut:

Ketika kau dan aku berbincang santai di pagi hari yang cerah mengenai rusaknya dunia, kau mengatakan bahwa saat ini dunia sedang rusak-rusaknya, eksploitasi lahan, penebangan hutan, serta limbah pabrik yang langsung menuju laut menjadi masalah serius saat ini.

Setelah mendengarnya aku mencoba untuk memahami apa yang kau katakan dan menangkap maknanya. Karena objek memahami adalah bahasa dan bahasa yang dikeluarkan tidak akan pernah lepas dari pikiran penuturnya; aku harus berusaha untuk bisa sepemahaman denganmu setelah mengetahui kondisi, sebab kamu mengeluarkan argumen tersebut dan setiap manusia tidak berpikir hal yang sama, walaupun menggunakan kata yang sama.

Dari narasi di atas dapat saya sampaikan secara singkat bahwa hermeneutik Schleiermacher didasari pada kesalahpahaman, ketika terjadi kesalahpahaman antara pendatang dan pribumi atau kelompok agama yang satu dan lainnya maka di sinilah hermeneutik itu dibutuhkan. Masalahnya di sini adalah kesalahpahaman. Kok bisa terjadi kesalahpahaman? Schleiermacher menjawab hal ini terjadi karena adanya prasangka. Ia mengatakan bahwa kita telah mementingkan pandangan kita sendiri sehingga kita salah dalam memahami maksud pembicara atau penulis, maka kita telah berprasangka terhadapnya.

Hal yang menarik pada hermeunetik Schleiermacher ini adalah, ia tidak pernah membatasi penerapannya terhadap teks-teks khusus seperti, teks sastra, kitab suci, atau sejarah. Hermeunetik Schleiermacher bahkan dapat digunakan untuk teks-teks pada umumnya, hal inilah yang membedakan sekaligus melengkapi pemikiran kedua tokoh filolog pendahulunya yakni Friedrich Ast dan Friedrich August Wolf.

Friedrich Ast dan Friedrich August Wolf merupakan tokoh filolog yang mengkhususkan kajian hermeneutik pada teks-teks kuno. Menurut Friedrich Ast, untuk mengungkap makna dalam teks kita harus mengetahui latar belakang atau kondisi sosial budanya penulis pada saat itu. Masih sama dengan Ast, Wolf juga berpendapat bahawa kita harus bisa menenmpatkan diri pada situasi sang penulis atau memasuki dunia mental penulis. Berdasarkan dua pemikiran inilah Schleiermacher mengembangkannya menjadi lingkaran hermeunetik.

Untuk memahami lingkaran hermeunetik ini kita harus mengetahui dulu dua bagian inti yang ada di dalamnya, yakni: interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis.

Interpretasi gramatis memfokuskan upaya kita memahami teks menggunakan unsur-unsur bahasa, struktur kalimat dan hubungan antara teks dengan karya-karya lain dengan jenis yang sama. Karya lain ini bisa dicontohkan sebagai karya yang pernah dibaca oleh penulis, sehingga hal ini menggambarkan bahwa kita harus mengetahui lingkungan penulis pada saat itu, maka di sini interpretasi gramatis menempatkan teks dalam kerangka pemikiran kita secara obyektif.

Berbeda dengan interpretasi gramatik, interpretasi psikologis lebih menempatkan fokus pada sisi subyektif teks tersbut. Maksudnya adalah kita mengupayakan agar mampu memasuki dunia mental penulisnya, yakni kita mencoba seolah-olah mengalami kembali pengalaman yang dialami oleh sang penulis, mengenai hal yang dipikirkan oleh penulis, dan mengenai kalimat-kalimat dalam teks tersebut.

Artinya kita harus memahami pribadi penulis melalui teks yang ditulisnya (interpretasi gramatis) dan teks tersebut kita pahami lewat pribadi penulis (interpretasi psikologis), hubungan inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah lingkaran hermeunetik.

Bisakah Kita Obyektif dengan Hermeunetik Schleiermacher

Kita sebagai manusia selalu membutuhkan jawaban-jawaban yang obyektif dari orang lain, atau dalam pencarian kita selalu ingin mendapatkan jawaban obyektif sehingga bisa diterima oleh semua orang dan dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Lantas bagaimana kita menanggapi hermeunetik Schleiermacher yang menyuguhkan keobjektifan dalam memahami teks?

Setelah kita mengenal dan mempelajari pemikirannya Schleimacher melalui seawam pengetahuan saya, kali ini saya mencoba memberikan sedikit pandangan terkait hermeunetik Schleimacher. Pandangan ini bertolak dari sebuah pertanyaan: bisakah kita mendapatkan hasil yang benar-benar obyektif ketika memahami teks dan konteks menggunakan Hermeneutik Schleiermacher?

Menurut saya hasil yang obyektif akan sangat sulit didapatkan ketika kita mencoba memahami teks walaupun sebagaimana keras usaha kita untuk mencoba masuk ke dalam dunia mental penulis, karena ketika kita memahami dan mencoba mengungkapkan makna yang kita dapatkan selalu bercampur dengan kondisi dan situasi kita sendiri, kita tidak bisa benar-benar melepaskan diri dari lingkungan kita dan juga benar-benar masuk dalam diri penulis, yang akhirnya kita tetap terjebak dengan hasil yang subyektif.

Schleiermacher tentunya mencoba untuk menwarkan kepada kita untuk memahami sesuatu secara obyektif, namum—meminjam istilah dari Immanuel Kant—terkait noumena merupakan sesuatu yang ada pada dirinya sendiri tidak bisa dijelaskan oleh yang di luarnya atau selain dirinya (das ding an sich). Jika kita mencoba untuk menjelaskannya, maka seperti kata saya di atas: sesuatu itu bercampur dengan perspektif kita sendiri. Dengan demikian kita tak akan pernah bisa memahami apa yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis, melainkan kita hanya mempersepsikan apa yang dipikirkan oleh penulis. Pada akhirnya, hasil pembacaan atau penafsiran kita dari teks tersebut akan tetap subyektif, karena, bagaimanapun kita merasuki dunia penulis secara imajinatif, kita tak akan pernah sampai secara das ding an sich terhadap keadaan penulis saat menuliskan teks tersebut. Akhirul kalam, semua akan menjadi subyektif dan terintervensi oleh interpretasi dalam kepala kita sendiri.

Author: Han Alfara
Mahasiswa Filsafat dengan "prinsip Teruslah merasa bingung dan jangan pernah mengerti"

Leave a Reply

Your email address will not be published.