Ketika HMI Hanya Dinilai Dari Leon dan Affandi

“Karena nila setitik rusak susu sebelanga” adalah perumpamaan yang tepat jika melihat HMI dari kacamata eksternal hari ini. Beberapa waktu silam, kader HMI DIPO Leon Alvinda Putra yang menjabat sebagai Ketua BEM UI membuat pemerintah ketar-ketir dengan kritikan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo sebagai King of Lip Service. Tudingan-tudingan datang meghujam bak guyuran hujan, mulai dari HMI afiliasi PKS, Leon putra Cikeas, pro FPI dan lain-lain. Tidak lama setelahnya, Affandi Ismail yang merupakan Ketua PB HMI MPO juga mengeluarkan statement yang singkatnya menyerukan penurunan Jokowi dari jabatan Presidennya dan Revolusi Indonesia 2021. Tidak jauh-jauh seperti nasib Leon, Affandi Ismail juga mendapatkan tuduhan dan cecaran dari banyak kalangan, dimulai dari dugaan makar, cari sensasi, Bismillah komisaris dan lain sebagainya. Tentu situasi seperti ini sangat dinikmati seorang BuzzeRp untuk menggoreng dan menggiring isu dalam menjamin cuan demi kelangsungan hidupnya.

Pada dasarnya memang terdapat konsekuensi ketika seorang individu bergabung dalam suatu instansi, badan atau lembaga, mau tidak mau hal itu menjadi background identitas dan jati diri hingga akhir hayatnya. Namun kasus Leon ini tidak dapat semena-mena langsung menyalah-nyalahkan dan menggeneralisasi jika sikap yang ia lakukan berdasar pada “Arahan Kanda”, apalagi jika tanpa bukti pendukung untuk memvalidasi hal tersebut, tentu hal ini sangat-sangat merugikan nama baik HMI. Kalau perlu sekalian saja salahkan instansi pendidikannya, RT tempat tinggalnya, bahkan tempat Leon biasa nongkrong, karena hal itu juga menjadi hal fundamental bagi diri Leon. Disini sudah jelas benang merah dan cacat logika atas apa yang terjadi dengan Leon dan HMI hari ini. Setiap individu memiliki kebebasan berekspresi dan organisasi sekalipun tidak berhak mendikte kadernya karena organisasi bukan peranakan hewan yang harus manut pada peternak. Sehingga apapun yang menjadi tuduhan dan jika tuduhan itu benar sekalipun maka fokuslah pada personalnya, jangan salahkan apa yang sudah menjadi hal fundamental bagi dirinya.

Berbeda kasus ketika kita berbicara Affandi Ismail, ia adalah Ketua PB HMI MPO sah secara konstitusional yang dengan hal tersebut ia memiliki otoritas kendali untuk menyerukan suara dan arahan kepada kader-kadernya berdasar pertimbangan bersama para petingginya. Apa-apa yang mejadi seruan tersebut dapat dipertanggung jawabkan atas nama organisasi mengingat beliau adalah pimpinan dalam sebuah badan organisasi. Affandi Ismail menjadi bukti nyata betapa banyak rakyat Indonesia yang masih dungu dan minim akan toleransi kebebasan berpendapat bagi seorang rakyat. Ketika beberapa golongan berkata “Affandi Ismail membela rakyat yang mana?” maka mari intropeksi diri, tidak ada rezim yang sempurna, masing-masing dari kita pasti merasakannya, namun hanya sedikit yang berani bersuara dan sebagian lainnya mungkin dibungkam dengan serangan fajar atau lebih memilih cari aman.

Rudi S Kamri dalam Youtube “Kanal Anak Bangsa” dengan judul konten “PB HMI MPO AJAK RAKYAT REVOLUSI UNTUK TURUNKAN JOKOWI. PRUUUUTTT!!!” menyatakan sinisme pada menit 08:08 yang berbunyi “… Ada HMI Jakarta yang mendemo Anies dimusuhi (Affandi Ismail) juga…” hal ini merupakan cacat logika fatal ketika Affandi Ismail mengkritisi Jokowi dilabeli sebagai provokator, namun kader HMI yang ingin menggruduk Anies dianggap normal mengkritisi. Sudah jelas sekali keberpihakan ini berpijak kepada siapa. Tidak sampai disitu, pada menit 09:49 ia juga menyebutkan nama-nama kader HMI yang hebat menurut dirinya, padahal dari sisi yang lain mungkin hebat karena memihak pada pemerintah. Menyudutkan dan menjelekkan sebuah organisasi rasanya sangat-sangat tidak elegan apalagi jika dilakukan oleh orang yang mengaku berintelektual. Jika HMI MPO inkonstitusional terhadap ketatanegaraan dan dianggap ancaman bagi negara, maka seharusnya sudah dari berpuluh-puluh tahun lalu dibubarkan oleh pemerintah, hanya sesederhana itu logika berpikirnya.

Baik DIPO maupun MPO sepertinya mempunyai tantangannya sendiri belakangan ini, berkuat dirilah kita wahai saudara kandungku atas nama negara dan perjuangan Lafran Pane. Artikel objektif seperti ini pasti akan selalu dikatikan dengan statement perbaikan citra organisasi namun mereka lupa terhadap teori paradoksal. Narasi ini dibangun atas dasar keobjektifan penulis dalam membuka sudut pandang baru berdasar pada UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “… Mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Ketika HMI (DIPO-MPO) hanya dinilai dari Leon dan Affandi, maka tertutuplah sudah kilas balik jasa-jasa HMI dalam membangun negeri ini.

Terakhir, jika ingin melihat kebodohan tertinggi para BuzzeRp maka perhatikanlah 3 video dibawah ini, narasi persis sama dan waktu upload bersamaan. 3 kanal Youtube berbeda melakukan hal itu sangat tidak mungkin rasanya kecuali mereka diberi gizi yang cukup dari yang berkepentingan.

Salam, dariku sebagai individu independent yang terlanjur tercebur kedalam HMI. Haruskah aku bernasib seperti Leon juga?

Author: Ummi Rosyidah Siregar
Ketua Bidang Pembangunan Wacana dan Studi Perdaban (PWSP) HMI Korkom UIN Sunan Kalijaga

Leave a Reply

Your email address will not be published.