Harga Mahal Yang Harus Dibayar Tatkala Menjadi Kader Struktural HMI

“Wes to le, ndang mulih ra sah sibuk ae ngurusi opo opo ae  kui” (sudahlah nak, segera pulang ga usah sibuk aja ngurusi segala sesuatu). Setidaknya itu adalah salah satu inti percakapan saya dengan ibu saya yang menuntut saya untuk segera pulang ke Rumah disaat suasana sangat kental dengan nuansa Ramadhan. Menurut hemat saya, tidak hanya saya yang mendapat kalimat-kalimat romantis seperti itu dari orang tuanya yang menuntut untuk mereka segera kembali ke kampung halaman.

            Dalam masa-masa yang sepatutnya sudah menjadi waktu emas untuk berkumpul bersama keluarga, masih banyak para Kader HMI yang harus menyelesaikan berbagai macam kegiatan HMI di perantauan (khususnya bagi Kader yang bukan orang asli Yogyakarta). Setidaknnya hal tersebut bisa terlihat dari bagaimana antusiasme beberapa kader yang menjenguk dan menjemput temannya dalam prosesi LK II HMI Cabang Yogyakarta periode 2021 yang dilaksanakan tepat bersamaan dengan bulan Ramadhan 1442 Hijriah.

            Memang, dalam prosesnnya menjadi kader di suatu organisasi yang telah memiliki nama beken dalam pusaran konstelasi dinamika sosial-politik di Indonesia, memiliki kebanggaan tersendiri yang akan selalu melekat pada diri kader-kader HMI itu sendiri, apalagi tatkala sudah purna tugasnya baik dalam menjalani amanah di HMI maupun dalam dunia kampus dan akan menjadi suatu cerita bak goresan tinta emas. Namun yang sering tidak terlihat adalah bagaimana perjuangan mereka yang sudah berkorban banyak untuk mencapai kesuksesannya tersebut.

            Kondisi dalam setiap zaman akan mengantarkan suatu kondisi yang berbeda pada kader HMI sekaligus apa yang harus dibayar mahal oleh mereka. Sejauh pengalaman saya tatkala bersilaturahmi ke senior-senior HMI dekade ‘80an, akan didapati suatu kisah heroik yang ditandai dengan bagaimana nyawa mereka sangat dekat semacam mata dengan hidung sebagai konsekuensi idealisme mereka mempertahankan asas islam. Setidaknya dalam penyelenggaran kegiatan HMI masa itu selalu diselenggarakan dalam kondisi senyap dan penuh intrik dan taktit untuk mengelabuhi aparatatur militer.

            Hasilnya, banyak dari para senior-senior HMI angkatan ‘80an tersebut yang secara mental cukup terdidik dengan kuat dalam menjalani hari-harinya tatkala mereka sudah tidak menjadi kader HMI lagi. Bahkan dengan kondisi tersebut semakin memperkuat religious experience mereka untuk selalu mengembalikan segala sesuatu pada Tuhan setelah berbagai macam ikhtiar yang dilakukan. Namun pengalaman-pengalaman tersebut juga yang pada akhirnya menjadikan mereka akan selalu rindu dengan masa-masa ber-HMI ria di zaman yang penuh represi dari Pemerintah yang dengan kondisi tersebut kesadaran kolektiv mereka sangat terbentuk karena mengalami satu kondisi penindasan yang sama.

            Seperti yang saya sebutkan di atas, berbeda zaman berbeda pula kondisi pada Kader HMI. Jikalau dulu seperti apa yang saya jelaskan di atas, maka hari ini tantangan yang dihadapi oleh Kader HMI lebih banyak variannya dalam menunjukkan wujudnya. Jika zaman dahulu ancaman terkuat HMI lebih banyak dari pihak eksternal, Hari ini tantangan HMI malah lebih banyak muncul dari pihak internal atau Kader HMI itu sendiri.

            Di zaman yang semakin menunjukan bentuk ke-modernenannya, kader HMI yang notabene adalah Mahasiswa akan memiliki tuntutan tersendiri untuk menghadirkan bentuk perkaderan HMI yang relevan bagi zaman sekarang. tentunya dalam beberapa kasus akan ditemukan suatu masalah tidak siapnya para Kader dalam menghadirkan kondisi tersebut dalam struktur kepengurusan HMI yang sedang diembannya yang ditengarai karena minimnya gagasan atau lebih karena tidak solidnya para Kader dalam pengelolaan strukturnya tersebut menuju modernisasi HMI.

             Namun kondisi diatas tidak bisa diberlakukan secara general kepada seluruh Kader HMI, masih banyak juga beberapa Kader HMI yang mampu memberikan gagasan terbaik untuk bisa diimplementasikan di HMI maupun menghadirkan suasana kekeluargaan yang solid untuk menindaklanjuti apa yang telah digagas oleh mereka untuk kemudian menjadi suatu hasil nyata. Tentunya kondisi tersebut tidak bisa hadir dengan sendirinya, diperlukan beberapa Kader HMI yang juga generasi Z itu untuk meluangkan banyak waktu mudanya untuk banyak berdiskusi dan mengamati serta mengejawentahkan inovasi-inovasinya di HMI.

Tentunya konstruk kader yang hari ini akan mendedikasikan dirinya untuk HMI memang tidak sebanyak mahasiswa yang bergabung pada pelaksanaan LK I dengan berbagai macam alasan yang saya rasa sudah banyak dibicarakan dalam internal HMI, memang menstimulus kader untuk banyak meluangkan waktu, materi, maupun diri untuk HMI memang sangatlah sulit untuk dicari pada zaman seperti ini, namun dengan pola pembentukan dalam bentuk perkaderan yang komprehensif, berbagai macam kemungkinan tersbeut bisa jadi terbentuk dengan sendirinya. Wallahu a’lam bisshawab

Author: Akbar Buntoro
Ketua HMI MPO Korkom UIN Sunan Kalijaga Periode 2020-2021

2 thoughts on “Harga Mahal Yang Harus Dibayar Tatkala Menjadi Kader Struktural HMI

Leave a Reply

Your email address will not be published.